BIOTEKNOLOGI

BIOTEKNOLOGI
Selama bumi ini ada, Insya Allah selama itu pulalah manusia akan tetap ada dengan segala kebutuhan yang dari hari kehari kian meningkat baik kulitas maupun kuantitasnya.  Meningkatnya kulitas hidup serta nilai-nilai budaya manusia itu sendiri akan menuntut peningkatan dari kulitas kebutuhannya, sedangkan pertambahan jumlah populasi manusia akan meningkatkan  kuantitas kebutuhan tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut maka berkembanglah suatu kemajuan teknologi baru yang memberikan kesempatan kepada manusia untuk menjadi arsitek  kehidupan yaitu BIOTEKNOLOGI. Bioteknologi berasal dari kata “bio” dan “teknologi” yang dapat diartikan sebagai penggunaan organisme atau sistem hidup untuk memecahkan suatu masalah atau untuk menghasilkan produk yang berguna. Bioteknologi adalah penggunaan biokimia, mikrobiologi, dan rekayasa genetika secara terpadu, untuk menghasilkan barang atau lainnya bagi kepentingan manusia.

CONTOH PRODUK BIOTEKNOLOGI

TEKNOLOGI  PANGAN
            Bioteknologi dapat didefenisikan sebagai aplikasi proses biologis dengan menggunakan sel-sel mikroba, tanaman maupun hewan serta bagian-bagian daripadanya, untuk menghasilkan barang dan jasa. Maka bioteknologi pangan dapat diartikan solusi bioteknologi dibidang pangan, sejak dari mempersiapkan bahan sampai dengan pengolahannya menjadi produk siap olah maupun siap hidang. Dengan batasan ini ada ruang lingkup kegiatan dapat diklaim juga sebagai bidang bioteknologi pertanian, serta kultur sel tanaman dalam rangka menghasilkan bibit unggul tanaman.
            Secara garis besar kegiatan bioteknologi pangan dapat didaftar sebagai berikut:
  1. Teknologi sel mikroba, untuk produksi pangan terfermentasi dan aditif pangan.
  2. Aplikasi enzim baik untuk persiapan bahan maupun pengolahan pangan.
  3. Kultur sel atau jaringan tanaman dan tanamn transgenik.
  4. Kultur sel hewan dan hewan transgenik.
  5. Rekayasa protein.
PEMBUATAN TEMPE 
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe.Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia yang ditemukan oleh chandra dwi dhanarto(1994) secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.
Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis[4], asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.
Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.
Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.

                                                 gbr. rhizhopus sp
                                                gbr rhizopus sp
PEMBUATAN KEJU

Keju (dipinjam dari bahasa Portugis, queijo) adalah sebuah makanan yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi.[1] Proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet.[1][1][1][1] Umumnya, hewan yang dijadikan sumber air susu adalah sapi.[2] Air susu unta, kambing, domba, kuda, atau kerbau[2] Hasil dari proses tersebut nantinya akan dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan berbagai macam cara. Produk-produk keju bervariasi ditentukan dari tipe susu, metode pengentalan, temperatur, metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses pematangan keju dan pengawetan. Dari sebuah susu dapat diproduksi berbagai variasi produk keju. digunakan pada beberapa tipe keju lokal.
Makanan ini dikenal di seluruh dunia, namun diduga pertama kali dikenal di daerah sekitar Timur Tengah. Meskipun tidak dapat dipastikan kapan keju pertama kali ditemukan, menurut legenda keju pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang pengembara dari Arab.[2]
Keju memiliki hampir semua kandungan nutrisi pada susu, seperti protein, vitamin, mineral, kalsium, dan fosfor namun juga lemak dan kolesterol yang dapat menyebabkan masalah kesehatan apabila dikonsumsi secara berlebihan.[3] Besaran kandungan lemak dalam keju tergantung pada jenis susu yang digunakan.[3] Keju yang dibuat dengan susu murni atau yang sudah ditambah dengan krim memiliki kandungan lemak, kolesterol dan kalori yang tinggi.[3][3] Keju sangat bermanfaat karena kaya akan protein, terutama bagi anak kecil karena mereka membutuhkan protein yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa.











Tahap pembuatan keju
Pengasaman
Susu dipanaskan agar bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus and Lactobacillus dapat tumbuh.[9] Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam laktat.[9] Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak, beberapa vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih.[9]
Pengentalan
Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang kemudian membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih) dan padat (dadih).[4] Setelah dipisahkan, air dadih kadang-kadang dipakai untuk membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya air dadih tersebut dibuang.[9] Dadih keju dihancurkan menjadi butiran-butiran dengan bantuan sebuah alat yang berbentuk seperti kecapi, dan semakin halus dadih tersebut maka semakin banyak air dadih yang dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju yang lebih keras.[4]
Rennet mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang ada menjadi dadih.[4] Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi tingkat kepadatan keju.[4] Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut.[4] Sebagian besar keju menggunakan rennet dalam proses pembuatannya, namun zaman dahulu ketika keju masih dibuat secara tradisional, getah daun dan ranting pohon ara digunakan sebagai pengganti rennet.[4]
Pengolahan dadih
Setelah pemberian rennet, proses selanjutnya berbeda-beda.[9] Beberapa keju lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam cetakan.[9] Sebaliknya pada keju-keju lainnya, dadih diiris dan dicincang menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih.[9] Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin padat.[9]
Persiapan sebelum pematangan
Sebelum pematangan, dadih akan melalui proses pencetakan, penekanan, dan pengasinan. Saat dadih mencapai ukuran optimal maka ia harus dipisahkan dan dicetak.[4] Untuk keju-keju kecil, dadihnya dipisahkan dengan sendok dan dituang ke dalam cetakan, sedangkan untuk keju yang lebih besar, pengangkatan dari tangki menggunakan bantuan sehelai kain.[4] Sebelum dituang ke dalam cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu kemudian dapat ditekan lalu dibentuk atau diiris.[4]
Selanjutnya, keju haruslah ditekan sesuai dengan tingkat kekerasan yang diinginkan.[4] Penekanan biasanya tidak dilakukan untuk keju lunak karena berat dari keju tersebut sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih, demikian pula halnya dengan keju iris karena berat dari keju tersebut juga menentukan tingkat kepadatan yang diinginkan.[4] Meskipun demikian, sebagian besar keju melewati proses penekanan. Waktu dan intensitas penekanan berbeda-beda bagi setiap keju.[4]
Penambahan garam dilakukan setelah keju dibentuk agar keju tidak terasa tawar, dan terdapat empat cara yang berbeda untuk mengasinkan keju.[4][9] Bagi beberapa keju, garam ditambahkan langsung ke dalam dadih.[9] Cara yang kedua adalah dengan menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian kulit keju, yang akan menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi bagian dalam keju agar tidak matang terlalu cepat.[9] Beberapa keju-keju yang berukuran besar diasinkan dengan cara direndam dalam air garam, yang menghabiskan waktu berjam-jam sehingga berhari-hari.[4] Cara yang terakhir adalah dengan mencuci bagian permukaan keju dengan larutan garam; selain memberikan rasa, garam juga membantu menghilangkan air berlebih, mengeraskan permukaan, melindungi keju agar tidak mengering serta mengawetkan dan memurnikan keju ketika memasuki proses maturasi.[4]
Pematangan
Pematangan (ripening) adalah proses yang mengubah dadih-dadih segar menjadi keju yang penuh dengan rasa.[1] Pematangan disebabkan oleh bakteri atau jamur tertentu yang digunakan pada proses produksi, dan karakter akhir dari suatu keju banyak ditentukan dari jenis pematangannya.[1] Selama proses pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat kelembaban tertentu hingga keju siap dimakan.[9] Waktu pematangan ini bervariasi mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak hingga beberapa hari untuk keju keras seperti Parmigiano-Reggiano.[9] Beberapa teknik sebelum proses pematangan yang dapat dilakukan untuk memengaruhi tekstur dan rasa akhir keju:
  1. Stretching: Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk menghasilkan tekstur yang berserabut.[10] Contoh keju yang melewati proses ini adalah keju Mozzarella dan Provolone.[10]
  2. Cheddaring: Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk menghilangkan kelembaban.[10] Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu yang cukup lama.[10] Contoh keju yang mengalami proses ini adalahkeju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
  3. Pencucian: Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan menjadikannya keju yang rasanya lembut.[10] Contoh keju melewati proses pencucian adalah keju Edam, Gouda, dan Colby.
Pembakaran: Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 °C(95 °F)-56 °C(133 °F) yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan membuat keju menjadi lebih keras teksturnya.[4] Proses ini sering disebut dengan istilah pembakaran (burning).[4] Contoh keju yang dipanaskan ulang adalah keju Emmental, keju Appenzeller dan Gruyère.[9]

                                         gbr. Streptococcus
PEMBUATAN KECAP

Kecap adalah bumbu dapur atau penyedap makanan yang berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Namun adapula kecap yang dibuat dari bahan dasar air kelapa yang umumnya berasa asin. Kecap manis biasanya kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak, atau bahkan ikan laut. Selain berbahan dasar kedelai atau kedelai hitam bahkan air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas padat dari pembuatan tahu.

TAHAP PEMBUATAN KECAP
Secara umum, kecap dapat dibuat atau diproduksi dalam usaha skala kecil, menengah, dan rumah tangga. Namun demikian masing masing industri kecap memiliki "bumbu rahasia" atau resep khusus sehingga rasa kecap yang dihasilkannya memiliki nilai lebih ("lebih enak") dibandingkan dengan yang lain.
Mula-mula kedelai difermentasi oleh kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. menjadi semacam tempekhamirbakteri tahan garam, seperti khamir Zygosaccharomyces dan bakteri susu Lactobacillus. Mikroba ini merombak protein menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan aroma, serta menghasilkan asam. Fermentasi terjadi jika kadar garam cukup tinggi, yaitu antara 15 sampai 20%. kedelai. Kemudian "tempe" ini dikeringkan dan direndam di dalam larutan garam. Garam merupakan senyawa yang selektif terhadap pertumbuhan mikroba. Hanya mikroba tahan garam saja yang tumbuh pada rendaman kedelai tersebut. Mikroba yang tumbuh pada rendaman kedelai pada umumnya dari jenis dan
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah kedelai, garam, dan laru tempe. Kedelai direndam dalam air selama 12 jam, digiling, dan direbus selama 60 menit, ditaburi laru tempe, dijemur 5 hari. Air perebus dicampur garam, dan biji tempe dimasukkan. Setelah fermentasi selesai, saluran di bagian dasar wadah dibuka, dan cairan yang keluar ditampung. Cairan ini disebut sebagai kecap.
                                          gbr. Aspergillus sp
PEMBUATAN TAPAI


Tapai (sering dieja sebagai tape) adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan.[1] Tapai bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya dinamakan tapai singkong[1]. Bila dibuat dari ketan hitam maupun ketan putih, hasilnya disebut "tapai pulut" atau "tapai ketan".[1] Dalam proses fermentasi tapai, digunakan beberapa jenis mikroorganisme seperti Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus sp., dan lain-lain.[1]. Tapai hasil fermentasi dari S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket. Umumnya, tapai diproduksi oleh industri kecil dan menengah sebagai kudapan atau hidangan pencuci




TAHAP PEMBUATAN TAPAI

Dalam pembuatan tapai ketan, beras ketan perlu dimasak dan dikukus terlebih dahulu sebelum dibubuhi ragi[2]. Campuran tersebut ditutup dengan daun dan diinkubasi pada suhu 25-30 °C selama 2-4 hari sehingga menghasilkan alkohol dan teksturnya lebih lembut[2].
Untuk membuat tapai singkong, kulit singkong harus dibuang terlebih dahulu[1]. Singkong dicuci lalu dikukus dan ditempatkan pada keranjang bambu yang dilapisi daun pisang[1]. Ragi disebar pada singkong dan lapisan daun pisang yang digunakan sebagai alas dan penutup[1]. Keranjang tersebut kemudian diperam pada suhu 28 – 30 °C selama 2 – 3 hari[1].
Selain rasanya yang manis dan aroma yang memikat, tapai juga dibuat dengan beberapa warna berbeda.[1] Warna tersebut tidak berasal dari pewarna buatan yang berbahaya, melainkan berasal dari pewarna alami.[1] Untuk membuat tapai ketan berwarna merah, digunakan angkak, pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus. Sedangkan tapai ketan warna hijau dibuat menggunakan ekstrak daun pandan. [1]
Pembuatan tapai memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang berlangsung dengan baik[2]. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tapai. Agar pembuatan tape berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tapai bisa menyebabkan kegagalan fermentasi.[2] Air yang digunakan juga harus bersih[1]; menggunakan air hujan bisa mengakibatkan tapai tidak berhasil dibuat.






                                          gbr. Saccharomyces cerevisiae

PEMBUATAN YOGHURT


Yoghurt atau yogurt, adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri. Yoghurt dapat dibuat dari susu apa saja, termasuk susu kacang kedelai. Tetapi produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat, yang berperan dalam protein susu untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan bau yang unik pada yoghurt. Yoghurt sering dijual apa adanya, bagaimanapun juga rasa buah, vanilla atau coklat juga populer.
Yoghurt Kata diambil dari bahasa Turki yoğurt (pengucapan: [jɔˈurt]) diambil dari kata sifat ‘yoğun’, yang berarti “padat” dan “tebal”, atau dari kata kerja yoğurmak, yang berarti “memijat” dan kemungkinan berarti “membuat padat” aslinya – bagaimana yoghurt dibuat.


TAHAP PEMBUATAN YOGHURT


Yoghurt dibuat dengan memasukkan bakteri spesifik ke dalam susu di bawah temperatur yang dikontrol dan kondisi lingkungan, terutama dalam produksi industri. Bakteri merombak gula susu alami dan melepaskan asam laktat sebagai produk sisa. Keasaman meningkat menyebabkan protein susu untuk membuatnya padat. Keasaman meningkat (pH=4-5) juga menghindari proliferasi bakteri patogen yang potensial. Di Amerika Serikat, untuk dinamai yoghurt, produk harus berisi bakteri Streptococcus salivarius subsp. thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus.
Pada kebanyakan negara, produk mungkin disebut yoghurt hanya jika bakteri hidup ada di produk akhir. Produk yang telah dipasteurisasi, yang tidak punya bakteri hidup, disebut susu fermentasi (minuman).
Yoghurt yang telah dipasteurisasi memiliki rentang hidup yang panjang dan tidak membutuhkan kulkas.
Yoghurt kaya akan protein, beberapa vitamin B, dan mineral yang penting. Yoghurt memiliki lemak sebanyak susu darimana ia dibuat.
Karena struktur laktosa yoghurt dirusak, maka yoghurt bisa dikonsumsi orang yang alergi terhadap susu. Yoghurt kaya dengan vitamin B.
 
                                         gbr. lactobacilus bulgaris


PEMBUATAN MENTEGA



Kata mentega diambil dari bahasa Portugis manteiga. Mentega adalah ialah produk makanan susu, dibuat dengan mengaduk krim yang didapat dari susu. Biasanya digunakan sebagai olesan roti dan biskuit, sebagai perantara lemak di beberapa resep roti dan masakan, dan kadang-kadang bahan untuk menggoreng. Pengganti mentega ialah margarin, yang biasanya lebih murah, dan memiliki sedikit lemak dan kolesterol.
Cara Pembuatan Mentega Susu Mentega susu atau mentega yang dibuat dari cream susu (kepala sus) banyak mengandung lemak susu. Dengan memakai alat pemisah cream (separator) dan kepala susu dipisahkan dan 40% kepala susu diolah untuk membuat mentega.

Cara Pembuatan
  1. Kepala susu yang telah dipisahkan lalu dipasteurisasi pada suhu 700C selama 30 menit atau pada 800C selama 1 menit. Kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
  2. Tambahkan starter sebanyak 3% dan diaduk hingga rata. Biarkan pada suhu kamar hingga kepala susu menjadi asam biasanya memerlukan waktu sekitar 6 jam, dan disimpan dalam lemari es, didinginkan hingga suhu mencapai minus 40C.
  3. Setelah dingin dan kental lalu ditumbuk (churned) untuk memisahkan bahan mentega dari susu tumbuknya (buttermilk). Bahan mentega dicuci dengan air dingin (air es) beberapa kali untuk membersihkan sisa-sisa susu tumbuk.
  4. Kemudian bahan mentega yang masih tinggi kadar airnya itu diuli untuk mengeluarkan air yang berlebih, dan mengkompakkan butir-butir mentega menjadi suatu massa yang lebih padat (kompak). Kadar air yang diperlukan dalam mentega sekitar 16-17%. Pengulian dilakukan beberapa kali hingga kadar air yang dipersyaratkan tercapai.
  5. Setelah kadar air memenuhi, lalu ditambah garam (garam halus), 0,5-2% diaduk hingga rata. Setelah selesai penggaraman mentega dibungkus. Warna mentega alami didapat, karena sapi-sapi di Indonesia umumnya cukup mendapat makanan hijauan yang banyak mengandung carotene yang berwarna kuning dan larut dalam lemak.
HIDROPONIK
Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang mamanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilles. Namun belakangan ini hidroponik dapat menggunakan media batu, skam, batu bata, krikil, genteng dan pasir. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus diperhatikan. Sebagai contoh jenis tanaman yang mempunyai nilai jual diatas rata-rata, yaitu: a. Paprika b. Tomat c. Timun Jepang d. Melon e. Terong Jepang f. Selada
Selain jenis tanaman di atas, banyak lagi yang dapat dibudidayakan dengan teknik hidroponik apabila dilakukan hanya pada kegiatan hobby saja.
LANGKAH PEMBUATAN
Pembibitan
Sangat disarankan untuk menggunakan bibit hibrida supaya mutu buah/sayur yang dihasilkan cukup optomal 
Penyemaian
Penyemeaian sistem hidroponik bisa menggunakan bak dari kayu atau plastik. Bak tersebut berisi campuran pasir yang sudah diayak halus, sekam bakar, kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1:1. Semua bahan tersebut dicampur rata dan dimasukkan ke dalam bak dengan ketinggian sekitar 7cm. Masukkan biji tanaman dengan jarak 1x1,5 cm. Tutup tisue/karung/kain yang telah dibasahi supaya kondisi tetap lembab. Lakukan penyiraman hanya pada saat media tanam mulai kelihatan kering. Buka penutup setelah biji berubah menjadi kecambah. Pindahkan ke tempat penanaman yang lebih besar bila pada bibit telah tumbuh minimal 2 lembar daun.
Persiapan media tanam
Syarat media tanam untuk hidroponik adalah mampu menyerap dan menghantarkan air, tidak mudah busuk, tidak mempengaruhi pH, steril, dll. Media tanam yang bisa digunakan dapat berupa gambut, sabut kelapa, sekam bakar, rockwool (serabut bebatuan). Kemudian isi kantung plastik, polibag, pot plastik, karung plastik, atau bantalan plastik dengan media tanam yang sudah disiapkan.
Pupuk
Karena media tanam pada sistem hidroponik hanya berfungsi sebagai pegangan akar dan perantara larutan nutrisi, untuk mencukupi kebutuhan unsur hara makro dan mikro perlu pemupukan dalam bentuk larutan yang disiramkan ke media tanam
Kebutuhan pupuk pada sistem hidroponik sama dengan kebutuhan pupuk pada penanaman sistem konvensional.
Perawatan tanaman
Perawatan pada sistem hidropinik pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan perawatan pada penanaman sistem konvensional seperti pemangkasan, pembersihan gulma, penyemprotan pupuk daun, dll.


AEROPONIK
Aeroponik berasal dari kata kata yaitu aero yang berarti udara dan ponos yang berarti daya atau kerja. Sehingga, secara sederhana aeroponik dapat diartikan sebagai metode memberdayakan udara. Aeroponik merupakan suatu tipe hidroponik menggunakan udara sebagai media utama dan mendapatkan nutrisi & air melalui semprotan kabut (mist/fog) buatan. Teknik ini menempatkan tanaman sedemikian rupa hingga akar diposisikan tergantung diudara dan ditopang oleh styrofoam. Nutrisi diberikan dengan cara pengkabutan secara merata di daerah perakaran. Akar tanaman yang ditanam menggantung akan menyerap larutan nutrisi tersebut.
Aeroponik merupakan salah satu cara budidaya tanaman hidroponik. Cara ini belum sefamiliar cara-cara hidroponik lainnya (seperti cara tetes, NFT - Nutrient Film Technique). Kalau dilihat dari kata-kata penyusunnya, yaitu terdiri dari Aero + Phonic. Aero berarti udara, phonik artinya cara budidaya, arti secara harafiah cara bercocok tanam di udara, atau bercocok tanam dengan system pengkabutan, dimana akar tanamannya menggantung di udara tanpa media (misalkan tanah), dan kebutuhan nutrisinya dipenuhi dengan cara spraying ke akarnya.
Sejarah ditemukannya cara ini berawal dari penemuan cara hidroponik. Selanjutnya dikembangkanlah system aeroponik pertama kali oleh Dr. Franco Massantini di University of Pia, Italia. Di Indonesia, perintis aeroponik secara komersial adalah Amazing Farm pada tahun 1998 di Lembang (Bandung).
Mengapa harus aeroponik?
Sebuah produk yang dipasarkan, khususnya dengan market toko swalayan/supermarket/hypermarket dituntut 3 hal pokok, yaitu: kualitas, kontinuitas dan produktifitas. Untuk memenuhi ketiga syarat tersebut jika cara budidaya dengan cara konvensional (di tanah) sulit sekali karena banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satu cara untuk memenuhi ketiga tuntutan tersebut adalah dengan system hidroponik, khususnya aeroponik. Beberapa alasan menggunakan system aeroponik adalah sebagai berikut :
Luasan lahan untuk pertanian dengan tanah semakin berkurang, harga sewa/beli tanah juga mahal. Dengan menerapkan system aeroponik akan mengurangi ketergantungan ketersediaan tanah dan tidak dibutuhkan rotasi lahan. Dengan system ini setiap saat kita bisa menanam, yang akhirnya setiap hari bisa memanen.
Indonesia mempunyai 2 musim , dimana musim hujan untuk pertanian sayuran di tanah akan menghadapi kendala yang lebih besar, jadwal tanam berubah dan sering terhambat. Dengan aeroponik dipastikan bisa menanam sepanjang musim. Artinya ketersediaan sayuran bisa terjamin.
Penanaman di tanah sangat tergantung pada kualitas tanah dan perawatan serta cuaca. Jika tidak mengetahui kualitas tanah, akan sulit untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman. Diperparah lagi jika musim hujan, banyak hara yang tercuci oleh air hujan (leaching). Dengan cara aeroponik, ketersediaan nutrisi tanaman terjamin setiap saat, sehingga pertumbuhannya bisa optimal, bahkan maksimal. Pada komoditi tertentu bahkan bisa diperpendek umur panen dengan kualitas yang sama. Pertumbuhan optimal akan mempengaruhi kualitas sayuran yang diperoleh. Kualitas premium dengan volume yang banyak bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diperoleh.
Cara aeroponik tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja yang banyak, sehingga menjamin efisiensi tenaga kerja.
Hasil yang diperoleh merupakan produk yang bersih (tidak memerlukan pencucian), sehat (selama proses budidaya tidak menggunakan pestisida, karena ditanam di dalam green house).
Karena dipanen umur muda, daging sayur terasa lebih renyah daripada sayur hasil penanaman di tanah.
Kita bisa membandingkan kelebihan dan kekurangan cara aeroponik dan cara tanam di tanah:

Artikel ini diambil dari berbagai sumber web...
untuk lebih jauh mengerti silahkan telusuri lebih lanjut di web yang lain


SEMOGA BERMANFAAT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reproduksi Pria dan Proses Pembentukan Sperma

ANGGOTA TUBUH DAN KEGUNAANNYA

TV Sharp Sering Mati Sendiri