BIOTEKNOLOGI
BIOTEKNOLOGI
Selama
bumi ini ada, Insya Allah selama itu pulalah manusia akan tetap ada
dengan segala kebutuhan yang dari hari kehari kian meningkat baik
kulitas maupun kuantitasnya. Meningkatnya kulitas
hidup serta nilai-nilai budaya manusia itu sendiri akan menuntut
peningkatan dari kulitas kebutuhannya, sedangkan pertambahan jumlah
populasi manusia akan meningkatkan kuantitas kebutuhan tersebut.
Untuk
memenuhi kebutuhan manusia tersebut maka berkembanglah suatu kemajuan
teknologi baru yang memberikan kesempatan kepada manusia untuk menjadi arsitek kehidupan
yaitu BIOTEKNOLOGI. Bioteknologi berasal dari kata “bio” dan
“teknologi” yang dapat diartikan sebagai penggunaan organisme atau
sistem hidup untuk memecahkan suatu masalah atau untuk menghasilkan
produk yang berguna. Bioteknologi
adalah penggunaan biokimia, mikrobiologi, dan rekayasa genetika
secara terpadu, untuk menghasilkan barang atau lainnya bagi kepentingan
manusia.
CONTOH PRODUK BIOTEKNOLOGI
CONTOH PRODUK BIOTEKNOLOGI
TEKNOLOGI PANGAN
Bioteknologi
dapat didefenisikan sebagai aplikasi proses biologis dengan menggunakan
sel-sel mikroba, tanaman maupun hewan serta bagian-bagian daripadanya,
untuk menghasilkan barang dan jasa. Maka bioteknologi pangan dapat
diartikan solusi bioteknologi dibidang pangan, sejak dari mempersiapkan
bahan sampai dengan pengolahannya menjadi produk siap olah maupun siap
hidang. Dengan batasan ini ada ruang lingkup kegiatan dapat diklaim juga
sebagai bidang bioteknologi pertanian, serta kultur sel tanaman dalam
rangka menghasilkan bibit unggul tanaman.
Secara garis besar kegiatan bioteknologi pangan dapat didaftar sebagai berikut:
- Teknologi sel mikroba, untuk produksi pangan terfermentasi dan aditif pangan.
- Aplikasi enzim baik untuk persiapan bahan maupun pengolahan pangan.
- Kultur sel atau jaringan tanaman dan tanamn transgenik.
- Kultur sel hewan dan hewan transgenik.
- Rekayasa protein.
PEMBUATAN TEMPE
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe.Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia yang ditemukan oleh chandra dwi
dhanarto(1994) secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan,
perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan
fermentasi.
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini
berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji
kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk
melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap
perendaman.
Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat
menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan
tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk
hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat
secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi
asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air
rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus.
Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis[4],
asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman
ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan
bakteri-bakteri beracun.
Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin
dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam.
Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru.
Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar;
digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu,
beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan
oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada
permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur
merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada
saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam
wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan
(misalnya daun pisang,
daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan
masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan
pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara
ditusuk-tusuk.
Biji-biji kedelai
yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi.
Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai,
menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu
20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat
biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih
tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya
membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
Keju (dipinjam dari bahasa
Portugis, queijo) adalah sebuah makanan
yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses
pengentalan atau koagulasi.[1]
Proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri
atau enzim
tertentu yang disebut rennet.[1][1][1][1]
Umumnya, hewan yang dijadikan sumber air susu adalah sapi.[2]
Air susu unta,
kambing,
domba,
kuda, atau kerbau[2]
Hasil dari proses tersebut nantinya akan dikeringkan, diproses, dan diawetkan
dengan berbagai macam cara.
Produk-produk keju bervariasi ditentukan dari tipe susu, metode pengentalan,
temperatur, metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses pematangan
keju dan pengawetan.
Dari sebuah susu dapat diproduksi berbagai variasi produk keju.
digunakan pada beberapa tipe keju lokal.
Makanan ini dikenal di seluruh dunia, namun diduga pertama kali dikenal di
daerah sekitar Timur Tengah. Meskipun tidak dapat dipastikan
kapan keju pertama kali ditemukan, menurut legenda
keju pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang pengembara dari Arab.[2]
Keju memiliki hampir semua kandungan nutrisi pada susu, seperti protein,
vitamin,
mineral,
kalsium,
dan fosfor
namun juga lemak
dan kolesterol
yang dapat menyebabkan masalah kesehatan apabila dikonsumsi secara berlebihan.[3]
Besaran kandungan lemak dalam keju tergantung pada jenis susu yang digunakan.[3]
Keju yang dibuat dengan susu murni atau yang sudah ditambah dengan krim
memiliki kandungan lemak, kolesterol dan kalori yang
tinggi.[3][3]
Keju sangat bermanfaat karena kaya akan protein, terutama bagi anak kecil
karena mereka membutuhkan protein yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa.
Tahap pembuatan keju
Pengasaman
Susu dipanaskan agar bakteri
asam laktat,
yaitu Streptococcus and Lactobacillus
dapat tumbuh.[9]
Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam laktat.[9]
Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein
kasein, lemak, beberapa vitamin
dan mineral)
menggumpal dan membentuk dadih.[9]
Pengentalan
Bakteri rennet ditambahkan ke dalam
susu yang dipanaskan yang kemudian membuat protein menggumpal dan membagi susu
menjadi bagian cair
(air dadih) dan padat
(dadih).[4]
Setelah dipisahkan, air dadih kadang-kadang dipakai untuk membuat keju seperti
Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya air dadih tersebut dibuang.[9]
Dadih keju dihancurkan menjadi butiran-butiran dengan bantuan sebuah alat yang
berbentuk seperti kecapi, dan semakin halus dadih tersebut maka semakin banyak
air dadih yang dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju yang lebih
keras.[4]
Rennet mengubah gula dalam susu menjadi
asam dan protein yang ada menjadi dadih.[4]
Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi tingkat
kepadatan keju.[4]
Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung kepada
banyaknya susu dan juga suhu
dari susu tersebut.[4]
Sebagian besar keju menggunakan rennet dalam proses pembuatannya, namun zaman
dahulu ketika keju masih dibuat secara tradisional, getah daun dan ranting pohon ara digunakan sebagai
pengganti rennet.[4]
Pengolahan dadih
Setelah pemberian rennet, proses
selanjutnya berbeda-beda.[9]
Beberapa keju lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam cetakan.[9]
Sebaliknya pada keju-keju lainnya, dadih diiris dan dicincang menggunakan
tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih.[9]
Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin padat.[9]
Persiapan
sebelum pematangan
Sebelum pematangan, dadih akan
melalui proses pencetakan, penekanan, dan pengasinan. Saat dadih mencapai
ukuran optimal maka ia harus dipisahkan dan dicetak.[4]
Untuk keju-keju kecil, dadihnya dipisahkan dengan sendok dan dituang ke dalam
cetakan, sedangkan untuk keju yang lebih besar, pengangkatan dari tangki
menggunakan bantuan sehelai kain.[4]
Sebelum dituang ke dalam cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu
kemudian dapat ditekan lalu dibentuk atau diiris.[4]
Selanjutnya, keju haruslah ditekan
sesuai dengan tingkat kekerasan yang diinginkan.[4]
Penekanan biasanya tidak dilakukan untuk keju lunak karena berat dari keju tersebut
sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih, demikian pula halnya dengan keju iris karena berat
dari keju tersebut juga menentukan tingkat kepadatan yang diinginkan.[4]
Meskipun demikian, sebagian besar keju melewati proses penekanan. Waktu dan
intensitas penekanan berbeda-beda bagi setiap keju.[4]
Penambahan garam dilakukan setelah
keju dibentuk agar keju tidak terasa tawar, dan terdapat empat cara yang
berbeda untuk mengasinkan keju.[4][9]
Bagi beberapa keju, garam ditambahkan langsung ke dalam dadih.[9]
Cara yang kedua adalah dengan menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian
kulit keju, yang akan menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi bagian
dalam keju agar tidak matang terlalu cepat.[9]
Beberapa keju-keju yang berukuran besar diasinkan dengan cara direndam dalam
air garam, yang menghabiskan waktu berjam-jam sehingga berhari-hari.[4]
Cara yang terakhir adalah dengan mencuci bagian permukaan keju dengan larutan
garam; selain memberikan rasa, garam juga membantu menghilangkan air berlebih,
mengeraskan permukaan, melindungi keju agar tidak mengering serta mengawetkan
dan memurnikan keju ketika memasuki proses maturasi.[4]
Pematangan
Pematangan (ripening) adalah
proses yang mengubah dadih-dadih segar menjadi keju yang penuh dengan rasa.[1]
Pematangan disebabkan oleh bakteri atau jamur tertentu yang digunakan pada
proses produksi, dan karakter akhir dari suatu keju banyak ditentukan dari
jenis pematangannya.[1]
Selama proses pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat
kelembaban tertentu hingga keju siap dimakan.[9]
Waktu pematangan ini bervariasi mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak
hingga beberapa hari untuk keju keras seperti Parmigiano-Reggiano.[9]
Beberapa teknik sebelum proses pematangan yang dapat dilakukan untuk
memengaruhi tekstur dan rasa akhir keju:
- Stretching: Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk menghasilkan tekstur yang berserabut.[10] Contoh keju yang melewati proses ini adalah keju Mozzarella dan Provolone.[10]
- Cheddaring: Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk menghilangkan kelembaban.[10] Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu yang cukup lama.[10] Contoh keju yang mengalami proses ini adalahkeju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
- Pencucian: Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan menjadikannya keju yang rasanya lembut.[10] Contoh keju melewati proses pencucian adalah keju Edam, Gouda, dan Colby.
Pembakaran: Bagi beberapa keju keras, dadih
dipanaskan hingga suhu 35 °C(95 °F)-56 °C(133 °F) yang
kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan membuat keju menjadi
lebih keras teksturnya.[4]
Proses ini sering disebut dengan istilah pembakaran (burning).[4]
Contoh keju yang dipanaskan ulang adalah keju Emmental,
keju
Appenzeller dan Gruyère.[9]
PEMBUATAN KECAP
Kecap adalah bumbu dapur
atau penyedap makanan yang
berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar
pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Namun adapula kecap
yang dibuat dari bahan dasar air kelapa yang umumnya berasa asin. Kecap manis
biasanya kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan terbuat dari kedelai
dengan komposisi garam
yang lebih banyak, atau bahkan ikan laut. Selain berbahan
dasar kedelai atau kedelai hitam bahkan air kelapa, kecap juga dapat dibuat
dari ampas padat dari pembuatan tahu.
TAHAP PEMBUATAN KECAP
Secara umum, kecap dapat dibuat atau diproduksi dalam usaha skala kecil,
menengah, dan rumah tangga. Namun demikian masing masing industri kecap
memiliki "bumbu rahasia" atau resep khusus sehingga rasa kecap
yang dihasilkannya memiliki nilai lebih ("lebih enak")
dibandingkan dengan yang lain.
Mula-mula kedelai difermentasi oleh kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. menjadi
semacam tempekhamirbakteri
tahan garam, seperti khamir Zygosaccharomyces dan bakteri susu Lactobacillus.
Mikroba ini merombak protein menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan
aroma, serta menghasilkan asam. Fermentasi terjadi jika kadar garam cukup
tinggi, yaitu antara 15 sampai 20%.
kedelai. Kemudian "tempe" ini dikeringkan dan direndam di dalam
larutan garam. Garam merupakan senyawa yang selektif terhadap pertumbuhan
mikroba. Hanya mikroba tahan garam saja yang tumbuh pada rendaman kedelai
tersebut. Mikroba yang tumbuh pada rendaman kedelai pada umumnya dari jenis dan
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah kedelai,
garam, dan laru tempe. Kedelai direndam dalam air selama 12 jam, digiling, dan
direbus selama 60 menit, ditaburi laru tempe, dijemur 5 hari. Air perebus
dicampur garam, dan biji tempe dimasukkan. Setelah fermentasi selesai, saluran
di bagian dasar wadah dibuka, dan cairan yang keluar ditampung. Cairan ini
disebut sebagai kecap.
PEMBUATAN TAPAI
Tapai (sering dieja sebagai tape) adalah salah
satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi)
bahan pangan berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan.[1]
Tapai bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya dinamakan tapai
singkong[1]. Bila
dibuat dari ketan
hitam maupun ketan putih, hasilnya disebut "tapai pulut" atau "tapai ketan".[1]
Dalam proses fermentasi tapai, digunakan beberapa jenis mikroorganisme
seperti Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii,
Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis
fibuligera, Pediococcus sp., dan lain-lain.[1].
Tapai hasil fermentasi dari S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair,
berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket. Umumnya, tapai diproduksi oleh industri kecil dan menengah sebagai kudapan atau
hidangan pencuci
TAHAP PEMBUATAN TAPAI
Untuk membuat tapai singkong, kulit singkong harus dibuang terlebih dahulu[1]. Singkong dicuci lalu dikukus dan ditempatkan pada keranjang bambu yang dilapisi daun pisang[1]. Ragi disebar pada singkong dan lapisan daun pisang yang digunakan sebagai alas dan penutup[1]. Keranjang tersebut kemudian diperam pada suhu 28 – 30 °C selama 2 – 3 hari[1].
Selain rasanya yang manis dan aroma yang memikat, tapai juga dibuat dengan beberapa warna berbeda.[1] Warna tersebut tidak berasal dari pewarna buatan yang berbahaya, melainkan berasal dari pewarna alami.[1] Untuk membuat tapai ketan berwarna merah, digunakan angkak, pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus. Sedangkan tapai ketan warna hijau dibuat menggunakan ekstrak daun pandan. [1]
Pembuatan tapai memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang berlangsung dengan baik[2]. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tapai. Agar pembuatan tape berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tapai bisa menyebabkan kegagalan fermentasi.[2] Air yang digunakan juga harus bersih[1]; menggunakan air hujan bisa mengakibatkan tapai tidak berhasil dibuat.
gbr. Saccharomyces cerevisiae
PEMBUATAN YOGHURT
Yoghurt Kata diambil dari bahasa Turki yoğurt (pengucapan: [jɔˈurt]) diambil dari kata sifat ‘yoğun’, yang berarti “padat” dan “tebal”, atau dari kata kerja yoğurmak, yang berarti “memijat” dan kemungkinan berarti “membuat padat” aslinya – bagaimana yoghurt dibuat.
TAHAP PEMBUATAN YOGHURT
Pada kebanyakan negara, produk mungkin disebut yoghurt hanya jika bakteri hidup ada di produk akhir. Produk yang telah dipasteurisasi, yang tidak punya bakteri hidup, disebut susu fermentasi (minuman).
Yoghurt yang telah dipasteurisasi memiliki rentang hidup yang panjang dan tidak membutuhkan kulkas.
Yoghurt kaya akan protein, beberapa vitamin B, dan mineral yang penting. Yoghurt memiliki lemak sebanyak susu darimana ia dibuat.
Karena struktur laktosa yoghurt dirusak, maka yoghurt bisa dikonsumsi orang yang alergi terhadap susu. Yoghurt kaya dengan vitamin B.
gbr. lactobacilus bulgaris
PEMBUATAN MENTEGA
HIDROPONIK
Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos
yang artinya daya. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang mamanfaatkan
air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilles. Namun belakangan ini hidroponik dapat menggunakan media batu, skam, batu bata, krikil, genteng dan pasir. Pemilihan
jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus
diperhatikan. Sebagai contoh jenis tanaman yang mempunyai nilai jual diatas
rata-rata, yaitu: a. Paprika b. Tomat c. Timun Jepang d. Melon e. Terong Jepang
f. Selada
Selain jenis tanaman di atas, banyak lagi yang dapat dibudidayakan dengan teknik hidroponik apabila dilakukan hanya pada kegiatan hobby saja.
PEMBUATAN MENTEGA
Kata mentega diambil dari bahasa
Portugis manteiga. Mentega adalah ialah produk makanan
susu,
dibuat dengan mengaduk krim yang didapat dari susu. Biasanya digunakan
sebagai olesan roti
dan biskuit,
sebagai perantara lemak
di beberapa resep roti dan masakan,
dan kadang-kadang bahan untuk menggoreng. Pengganti mentega ialah margarin,
yang biasanya lebih murah, dan memiliki sedikit lemak dan kolesterol.
Cara Pembuatan Mentega Susu Mentega susu atau mentega yang
dibuat dari cream susu (kepala sus) banyak mengandung lemak susu. Dengan
memakai alat pemisah cream (separator) dan kepala susu dipisahkan dan 40%
kepala susu diolah untuk membuat mentega.
Cara Pembuatan
- Kepala susu yang telah dipisahkan lalu dipasteurisasi pada suhu 700C selama 30 menit atau pada 800C selama 1 menit. Kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
- Tambahkan starter sebanyak 3% dan diaduk hingga rata. Biarkan pada suhu kamar hingga kepala susu menjadi asam biasanya memerlukan waktu sekitar 6 jam, dan disimpan dalam lemari es, didinginkan hingga suhu mencapai minus 40C.
- Setelah dingin dan kental lalu ditumbuk (churned) untuk memisahkan bahan mentega dari susu tumbuknya (buttermilk). Bahan mentega dicuci dengan air dingin (air es) beberapa kali untuk membersihkan sisa-sisa susu tumbuk.
- Kemudian bahan mentega yang masih tinggi kadar airnya itu diuli untuk mengeluarkan air yang berlebih, dan mengkompakkan butir-butir mentega menjadi suatu massa yang lebih padat (kompak). Kadar air yang diperlukan dalam mentega sekitar 16-17%. Pengulian dilakukan beberapa kali hingga kadar air yang dipersyaratkan tercapai.
- Setelah kadar air memenuhi, lalu ditambah garam (garam halus), 0,5-2% diaduk hingga rata. Setelah selesai penggaraman mentega dibungkus. Warna mentega alami didapat, karena sapi-sapi di Indonesia umumnya cukup mendapat makanan hijauan yang banyak mengandung carotene yang berwarna kuning dan larut dalam lemak.
Selain jenis tanaman di atas, banyak lagi yang dapat dibudidayakan dengan teknik hidroponik apabila dilakukan hanya pada kegiatan hobby saja.
LANGKAH PEMBUATAN
Pembibitan
Sangat disarankan untuk menggunakan bibit hibrida supaya mutu buah/sayur yang dihasilkan cukup optomal
Sangat disarankan untuk menggunakan bibit hibrida supaya mutu buah/sayur yang dihasilkan cukup optomal
Penyemaian
Penyemeaian sistem hidroponik bisa menggunakan bak dari kayu atau plastik. Bak tersebut berisi campuran pasir yang sudah diayak halus, sekam bakar, kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1:1. Semua bahan tersebut dicampur rata dan dimasukkan ke dalam bak dengan ketinggian sekitar 7cm. Masukkan biji tanaman dengan jarak 1x1,5 cm. Tutup tisue/karung/kain yang telah dibasahi supaya kondisi tetap lembab. Lakukan penyiraman hanya pada saat media tanam mulai kelihatan kering. Buka penutup setelah biji berubah menjadi kecambah. Pindahkan ke tempat penanaman yang lebih besar bila pada bibit telah tumbuh minimal 2 lembar daun.
Persiapan media tanam
Syarat media tanam untuk hidroponik adalah mampu menyerap dan menghantarkan air, tidak mudah busuk, tidak mempengaruhi pH, steril, dll. Media tanam yang bisa digunakan dapat berupa gambut, sabut kelapa, sekam bakar, rockwool (serabut bebatuan). Kemudian isi kantung plastik, polibag, pot plastik, karung plastik, atau bantalan plastik dengan media tanam yang sudah disiapkan.
Pupuk
Karena media tanam pada sistem hidroponik hanya berfungsi sebagai pegangan akar dan perantara larutan nutrisi, untuk mencukupi kebutuhan unsur hara makro dan mikro perlu pemupukan dalam bentuk larutan yang disiramkan ke media tanam
Kebutuhan pupuk pada sistem hidroponik sama dengan kebutuhan pupuk pada penanaman sistem konvensional.
Perawatan tanaman
Perawatan pada sistem hidropinik pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan perawatan pada penanaman sistem konvensional seperti pemangkasan, pembersihan gulma, penyemprotan pupuk daun, dll.
Penyemeaian sistem hidroponik bisa menggunakan bak dari kayu atau plastik. Bak tersebut berisi campuran pasir yang sudah diayak halus, sekam bakar, kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1:1. Semua bahan tersebut dicampur rata dan dimasukkan ke dalam bak dengan ketinggian sekitar 7cm. Masukkan biji tanaman dengan jarak 1x1,5 cm. Tutup tisue/karung/kain yang telah dibasahi supaya kondisi tetap lembab. Lakukan penyiraman hanya pada saat media tanam mulai kelihatan kering. Buka penutup setelah biji berubah menjadi kecambah. Pindahkan ke tempat penanaman yang lebih besar bila pada bibit telah tumbuh minimal 2 lembar daun.
Persiapan media tanam
Syarat media tanam untuk hidroponik adalah mampu menyerap dan menghantarkan air, tidak mudah busuk, tidak mempengaruhi pH, steril, dll. Media tanam yang bisa digunakan dapat berupa gambut, sabut kelapa, sekam bakar, rockwool (serabut bebatuan). Kemudian isi kantung plastik, polibag, pot plastik, karung plastik, atau bantalan plastik dengan media tanam yang sudah disiapkan.
Pupuk
Karena media tanam pada sistem hidroponik hanya berfungsi sebagai pegangan akar dan perantara larutan nutrisi, untuk mencukupi kebutuhan unsur hara makro dan mikro perlu pemupukan dalam bentuk larutan yang disiramkan ke media tanam
Kebutuhan pupuk pada sistem hidroponik sama dengan kebutuhan pupuk pada penanaman sistem konvensional.
Perawatan tanaman
Perawatan pada sistem hidropinik pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan perawatan pada penanaman sistem konvensional seperti pemangkasan, pembersihan gulma, penyemprotan pupuk daun, dll.
AEROPONIK
Aeroponik berasal dari kata kata yaitu aero yang berarti udara dan ponos yang berarti daya atau kerja. Sehingga,
secara sederhana aeroponik dapat diartikan sebagai metode memberdayakan
udara. Aeroponik merupakan suatu tipe hidroponik menggunakan udara
sebagai media utama dan mendapatkan nutrisi & air melalui semprotan
kabut (mist/fog) buatan. Teknik ini menempatkan tanaman
sedemikian rupa hingga akar diposisikan tergantung diudara dan ditopang
oleh styrofoam. Nutrisi diberikan dengan cara pengkabutan secara merata
di daerah perakaran. Akar tanaman yang ditanam menggantung akan menyerap
larutan nutrisi tersebut.
Aeroponik merupakan salah satu cara budidaya tanaman hidroponik. Cara
ini belum sefamiliar cara-cara hidroponik lainnya (seperti cara tetes,
NFT - Nutrient Film Technique). Kalau dilihat dari kata-kata
penyusunnya, yaitu terdiri dari Aero + Phonic. Aero berarti udara,
phonik artinya cara budidaya, arti secara harafiah cara bercocok tanam
di udara, atau bercocok tanam dengan system pengkabutan, dimana akar
tanamannya menggantung di udara tanpa media (misalkan tanah), dan
kebutuhan nutrisinya dipenuhi dengan cara spraying ke akarnya.
Sejarah ditemukannya cara ini berawal dari penemuan cara hidroponik. Selanjutnya dikembangkanlah system aeroponik pertama kali oleh Dr. Franco Massantini di University of Pia, Italia. Di Indonesia, perintis aeroponik secara komersial adalah Amazing Farm pada tahun 1998 di Lembang (Bandung).
Mengapa harus aeroponik?
Sebuah produk yang dipasarkan, khususnya dengan market toko swalayan/supermarket/hypermarket dituntut 3 hal pokok, yaitu: kualitas, kontinuitas dan produktifitas. Untuk memenuhi ketiga syarat tersebut jika cara budidaya dengan cara konvensional (di tanah) sulit sekali karena banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satu cara untuk memenuhi ketiga tuntutan tersebut adalah dengan system hidroponik, khususnya aeroponik. Beberapa alasan menggunakan system aeroponik adalah sebagai berikut :
Luasan lahan untuk pertanian dengan tanah semakin berkurang, harga sewa/beli tanah juga mahal. Dengan menerapkan system aeroponik akan mengurangi ketergantungan ketersediaan tanah dan tidak dibutuhkan rotasi lahan. Dengan system ini setiap saat kita bisa menanam, yang akhirnya setiap hari bisa memanen.
Indonesia mempunyai 2 musim , dimana musim hujan untuk pertanian sayuran di tanah akan menghadapi kendala yang lebih besar, jadwal tanam berubah dan sering terhambat. Dengan aeroponik dipastikan bisa menanam sepanjang musim. Artinya ketersediaan sayuran bisa terjamin.
Penanaman di tanah sangat tergantung pada kualitas tanah dan perawatan serta cuaca. Jika tidak mengetahui kualitas tanah, akan sulit untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman. Diperparah lagi jika musim hujan, banyak hara yang tercuci oleh air hujan (leaching). Dengan cara aeroponik, ketersediaan nutrisi tanaman terjamin setiap saat, sehingga pertumbuhannya bisa optimal, bahkan maksimal. Pada komoditi tertentu bahkan bisa diperpendek umur panen dengan kualitas yang sama. Pertumbuhan optimal akan mempengaruhi kualitas sayuran yang diperoleh. Kualitas premium dengan volume yang banyak bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diperoleh.
Cara aeroponik tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja yang banyak, sehingga menjamin efisiensi tenaga kerja.
Hasil yang diperoleh merupakan produk yang bersih (tidak memerlukan pencucian), sehat (selama proses budidaya tidak menggunakan pestisida, karena ditanam di dalam green house).
Karena dipanen umur muda, daging sayur terasa lebih renyah daripada sayur hasil penanaman di tanah.
Kita bisa membandingkan kelebihan dan kekurangan cara aeroponik dan cara tanam di tanah:
Sejarah ditemukannya cara ini berawal dari penemuan cara hidroponik. Selanjutnya dikembangkanlah system aeroponik pertama kali oleh Dr. Franco Massantini di University of Pia, Italia. Di Indonesia, perintis aeroponik secara komersial adalah Amazing Farm pada tahun 1998 di Lembang (Bandung).
Mengapa harus aeroponik?
Sebuah produk yang dipasarkan, khususnya dengan market toko swalayan/supermarket/hypermarket dituntut 3 hal pokok, yaitu: kualitas, kontinuitas dan produktifitas. Untuk memenuhi ketiga syarat tersebut jika cara budidaya dengan cara konvensional (di tanah) sulit sekali karena banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satu cara untuk memenuhi ketiga tuntutan tersebut adalah dengan system hidroponik, khususnya aeroponik. Beberapa alasan menggunakan system aeroponik adalah sebagai berikut :
Luasan lahan untuk pertanian dengan tanah semakin berkurang, harga sewa/beli tanah juga mahal. Dengan menerapkan system aeroponik akan mengurangi ketergantungan ketersediaan tanah dan tidak dibutuhkan rotasi lahan. Dengan system ini setiap saat kita bisa menanam, yang akhirnya setiap hari bisa memanen.
Indonesia mempunyai 2 musim , dimana musim hujan untuk pertanian sayuran di tanah akan menghadapi kendala yang lebih besar, jadwal tanam berubah dan sering terhambat. Dengan aeroponik dipastikan bisa menanam sepanjang musim. Artinya ketersediaan sayuran bisa terjamin.
Penanaman di tanah sangat tergantung pada kualitas tanah dan perawatan serta cuaca. Jika tidak mengetahui kualitas tanah, akan sulit untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman. Diperparah lagi jika musim hujan, banyak hara yang tercuci oleh air hujan (leaching). Dengan cara aeroponik, ketersediaan nutrisi tanaman terjamin setiap saat, sehingga pertumbuhannya bisa optimal, bahkan maksimal. Pada komoditi tertentu bahkan bisa diperpendek umur panen dengan kualitas yang sama. Pertumbuhan optimal akan mempengaruhi kualitas sayuran yang diperoleh. Kualitas premium dengan volume yang banyak bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diperoleh.
Cara aeroponik tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja yang banyak, sehingga menjamin efisiensi tenaga kerja.
Hasil yang diperoleh merupakan produk yang bersih (tidak memerlukan pencucian), sehat (selama proses budidaya tidak menggunakan pestisida, karena ditanam di dalam green house).
Karena dipanen umur muda, daging sayur terasa lebih renyah daripada sayur hasil penanaman di tanah.
Kita bisa membandingkan kelebihan dan kekurangan cara aeroponik dan cara tanam di tanah:
Artikel ini diambil dari berbagai sumber web...
untuk lebih jauh mengerti silahkan telusuri lebih lanjut di web yang lain
SEMOGA BERMANFAAT
untuk lebih jauh mengerti silahkan telusuri lebih lanjut di web yang lain
SEMOGA BERMANFAAT
Komentar
Posting Komentar